MAKASSARINFO – Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar kembali menjadi sorotan setelah muncul laporan dugaan pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi Fakultas Adab dan Humaniora.
Padahal sebelumnya, UIN Alauddin Makassar juga bikin geger dengan berita keterlibatan seorang dosen dalam peredaran uang palsu.
IA diketahui melecehkan mahasiswi sebanyak dua kali saat proses setoran hafalan hadis. IA dalam aksinya melakukan sesuatu tidak senonoh dengan menyentuh area sensitif dari korban.
Menanggapi kasus tersebut, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Organisasi Mahasiswa (Ormawa) melakukan aksi unjukrasa mengecam dan akan mengawal kasus pelecehan tersebut.
Dalam keterangan resmi, pimpinan fakultas menyatakan telah memanggil dosen terkait untuk klarifikasi.
“Kami menerima laporan dari mahasiswa terkait dugaan pelecehan. Setelah mendengar pernyataan dari pihak-pihak terkait, kami mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan dosen tersebut dari semua aktivitas mengajar di Fakultas Adab dan Humaniora,” jelas pimpinan fakultas.
Diketahui, dosen yang bersangkutan merupakan pegawai pindahan dari Kementerian Agama yang ditempatkan sementara di Fakultas Adab dan Humaniora. Secara administrasi, ia sebenarnya bertugas di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
“Kami memastikan bahwa dosen tersebut tidak lagi mengajar di Fakultas Adab dan Humaniora,” tambahnya.
Namun, mahasiswa merasa langkah tersebut belum cukup. Dalam tuntutannya, mahasiswa mendesak pimpinan kampus untuk:
1. Mengeluarkan surat resmi yang menyatakan bahwa dosen tersebut tidak lagi diizinkan mengajar di Fakultas Adab dan Humaniora.
2. Memastikan bahwa dosen terkait tidak dipindahkan ke fakultas lain untuk menghindari penanganan kasus ini.
3. Memberikan sanksi tegas, baik administratif maupun hukum, kepada dosen tersebut.
4. Mendesak pihak kampus untuk menghadirkan dosen yang diduga menghalangi korban dalam menyampaikan atau melaporkan kejadian tersebut, agar dapat dimintai keterangan lebih lanjut.
Menanggapi tuntutan tersebut, pimpinan kampus menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan kasus ini secara tegas dan transparan.
Kami akan segera menerbitkan surat resmi terkait keputusan ini, dan berencana membentuk satuan tugas yang melibatkan dosen dan mahasiswa untuk menangani kasus-kasus pelecehan seksual,” ujar pimpinan fakultas.
Satgas tersebut nantinya akan bekerja sama dengan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) untuk menyusun program pelatihan dan sosialisasi yang bertujuan mencegah kejadian serupa di masa depan.
“Kita semua tidak menginginkan hal ini terjadi. Ini adalah momentum untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari segala bentuk pelecehan,” tegas pimpinan kampus.
Mahasiswa juga menggarisbawahi pentingnya sikap tegas terhadap kasus ini. (*)